Ketika anakku berumur sekitar
1,6 tahun aku mendapatkan tugas untuk survey di kabupaten Banyuwangi Jawa
Timur. Senang sekali rasanya karena aku sudah lama ingin berkunjung ke sana, namun
cukup berat hati karena aku harus bertugas selama hampir 3 minggu. Dalam rangkaian tugas itu setelah dari
Banyuwangi aku harus juga melakukan survey ke Kabupaten Jember dan Situbondo.
Permasalahan yang muncul adalah aku bingung, karena waktunya yang cukup lama,
aku ingin sekali membawa serta anakku namun dengan pertimbangan aku sama sekali
belum punya bayangan tentang daerah itu dan aku harus berpindah-pindah ke
beberapa kabupaten dalam tiga minggu dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Tentu
anakku memerlukan waktu untuk beradaptasi di masing-masing daerah.
Dengan berbagai pertimbangan
akhirnya aku putuskan anakku tidak aku bawa. Aku bermaksud menitipkan anakku ke
ibu ku di Solo. Kejadian lama terulang, aku tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk mengantarkan anakku ke Solo. Akhirnya kami memutuskan suamiku yang akan
mengantar ke sana.
Dari Jakarta menuju Banyuwangi aku
harus transit di Surabaya. Sengaja aku mencari maskapai penerbangan yang sama
untuk aku ke Surabaya dan suami serta anakku ke Solo. Setelah browsing beberapa
maskapai akhirnya aku mendapatkannya. Aku memilih jam penerbangan yang berbeda
2 jam. Penerbangan ke solo lebih awal dibanding penerbangan aku ke Surabaya.
Pertimbangan yang aku ambil adalah menurut pengalaman sebelumnya maskapai ini
untuk penerbangan ke Solo dan ke Surabaya di bandara Sukarno Hatta menggunakan
terminal yang sama. Dengan demikian kami
masih bersama anakku selama menunggu penerbangan.
Aku membawa satu koper berisi
pakaian dan perlengkapan kerja, sedang suami dan anakku masin-masing juga aku
siapkan 1 koper pakaian. Suami ku masih harus membawa stroller anakku. Sampai
di bandara ternyata kami harus berpisah terminal. Dari petugas bandara aku
mendapat informasi bahwa baru seminggu penerbangan ke Solo menggunakan terminal
3 sedangkan untuk ke Surabaya menggunakan terminal 1. Akhirnya kami harus
berpisah. Sedih sekali rasanya, apalagi membayangkan tiga minggu kemudian aku
baru akan bertemu dengan anankku, tetapi apa daya, semua pilihan ada
konsekuensinya.
Suami dan anakku yang penerbangannya
lebih awal aku drop dulu di terminal 3. Kami sempat bermain dulu sebentar di
luar terminal. Saat itu aku sempat ngobrol dengan pasangan suami istri yang
akan berlibur ke Bali. Kebetulan penerbangannya juga menggunakan terminal 3.
Tiba saatnya suami dan anakku harus masuk ke terminal karena jadwal
keberangkatan tinggal 1 jam lagi. Suami menata kopernya dan koper anakku di
atas trolly, melipat stroller dan menaikkan ke trolly serta mengambil anakku
dari gedonganku dan mendudukkannya di trolly. Si Ibu yang akan berlibur ke Bali
tadi bertanya hendak kemana, aku menjelaskan singkat bahwa anak dan suamiku akan
ke Solo sedang aku akan ke Surabaya.
Suami dan anakku berpamitan
denganku, ku cium kedua pipi tembem anakku sambil kuucapkan “jangan menangis ya dan tunggu bunda
tiga minggu lagi di rumah mbah Uti di Solo”. Suami bergegas mendorong trolly ke
ruang terminal.
Jika ada yang bertanya apakah
aku sedih? pasti. Aku berusaha menahan
agar air mataku tidak menetes. Sesaat aku lihat ke ibu yang ada disampingku. Rupanya
si ibu sudah berurai air mata,”kau orang hebat dek,aku nggak sanggup jika aku
jadi kau”ucapnya kepadaku. “Aku sebenarnya sudah menangis dari tadi Bu”,bisikku
dalam hati.