Sudah beberapa
kali bayiku aku bawa bertugas ke luar kota. Semasa masih ASI exclusive kami
tidak terlalu repot karena tidak perlu menyiapkan makanannya. Ketika aku
bertugas sebagai trainer, ruang training tidak selalu berada di hotel tempat kami menginap. Bahkan beberapa kali
cukup jauh. Dengan waktu istirahat yang
terbatas dan kebetulan aku sendirian sebagai trainer maka aku tidak dapat
sering kembali ke hotel untuk menyusui. Satu-satunya cara dengan menyiapkan ASI
perah untuknya.
Di beberapa kota
kecil, agak susah untuk mendapatkan hotel yang dilengkapi dengan fasilitas
freezer. Cara yang dapat aku lakukan untuk mempertahankan ASI perahku tetap
layak minum adalah dengan menitipkan di freezer resto hotel. Aku selalu menyampaikan
bahwa yang aku titipkan adalah ASI yang harus selalu dingin dan tidak boleh
terkontaminasi oleh makanan yang lain. Oleh karenanya, aku biasa meminta
petugas resto untuk menyediakan ruang khusus di freezer untuk ASI ku. Jika
tidak ada ruang khusus untuk ASI ku maka aku akan meminta petugas`resto untuk
mengelilingi ASI ku dengan batu es sehingga tidak bersentuhan dengan bahan
makanan.
Beberapa kali
aku meminta kepada` manager resto untuk diperbolehkan mengechek langsung
penyimpanan ASI ku. Walau tidak selalu diperbolehkan namun hal ini pasti aku
lakukan. Jika stok ASI yang aku titipkan cukup banyak biasanya aku masukkan
beberapa botol ASI yang aku titipkan ke wadah tertutup atau menjadi satu
plastik sendiri. Aku biasa memberi label dengan tulisan nama bayi, jam perah
dan tanggal. Hal ini untuk memudahkan aku mengatur perputaran stok ASI. ASI
yang diperah lebih dulu, akan aku berikan ke bayiku lebih dulu.
Pernah suatu
hari ketika aku bertugas di Kabupaten Subang Jawa Barat, saat itu bayiku baru
berumur 3,5 bulan. Karena training dilakukan di kantor yang jaraknya sekitar 4
km dari hotel maka aku menyiapkan ASI perah dan aku titip di freezer resto.
Entah kenapa aku lupa untuk menempelkan label. Siang hari ketika aku di ruang
training dan suami hendak menyiapkan ASI untuk anakku, suami menelponku. Dia
menanyakan kenapa ada satu plastic ASi yang isinya hanya sedikit, tidak seperti
biasanya. Karena biasanya dalam botol atau plastik ASI yang aku simpan
setidaknya berisi 50 ml ASI. Aku kaget saat itu karena seingatku aku tidak
menitipkan ASI yang tersimpan di plastik ASI, tetapi semua tersimpan di botol.
Beruntung ASI tersebut belum diminumkan ke anakku. Aku kemudian menelpon pihak
resto dan meminta untuk mengechek apakah titipan ASI ku jumlahnya masih sama.
Ternyata jumlahnya masih sama dengan jumlah ketika tadi pagi terakhir aku
menitipkan. Aku meminta kepada petugas untuk mencari informasi apakah ada ibu
lain yang juga menitipkan ASI. Akhirnya pihak hotel menyampaikan bahwa memang
ada tamu lain yang juga menitipkan ASI ke petugas`resto sebelum mereka
melakukan pergantian shift. Karena petugas pagi yang menerima ASI dari ibu lain
tadi tidak menyampaikan ke petugas yang jaga siang hari maka mereka tidak
mengetahuinya. Aku sempat hampir marah karena keteledoran petugas tersebut yang
hampir saja menyebabkan bayiku meminum ASI dari ibu lain, namun pihak
management hotel sudah lebih dulu
meminta maaf kepada suamiku. Aku juga sadar, hal tersebut terjadi bukan murni kesalahan pihak resto,
tetapi kami ibu-ibu yang menitipkan ASI juga salah karena tidak menuliskan
label nama bayi kami. Sejak saat itu semua botol yang aku gunakan untuk
menyimpan ASI selalu aku beri label nama dengan tulisan yang cukup besar.