Menjadi seorang ibu? Amazing
sekali bagiku. Sebelum aku dinyatakan positif hamil, aku tidak pernah berani
membayangkan bagaimana nanti setelah aku melahirkan? Bagaimana aku merawat
anakku sambil terus bekerja? Apalagi pekerjaanku bukanlah pekerjaan yang selalu
stay di kantor. Sebagai bagaian tim survey, hampir 2/3 hari kerjaku selama satu
bulan aku jalan di luar kantor. Pindah dari satu kota ke kota lain, menginap di
satu hotel ke hotel yang lain. Sewaktu masih single hal itu sangat
menyenangkan. Karena banyak pengalaman baru baik suasana, pengetahuan maupun
teman baru di semua kota kabupaten yang aku kunjungi.
Hal itu tentu sangat berbeda
ketika aku sudah menjadi seorang ibu. Komitmentku untuk tetap memberi anakku
ASI membuat aku harus bekerja keras agar stok ASI cukup selama aku meninggalkan
anakku di rumah. Sebelum menikah aku juga tidak pernah membayangkan hal ini
akan aku lakukan. Apalagi lingkunganku kurang mendukung terhadap program ASI
exclusive. Keluarga ku biasa memberi banyinya dengan susu formula ketika
ditinggal oleh ibunya. Begitu juga teman-temanku. Hal ini yang membuat mereka
merasa aneh dengan pilihanku. Bahkan
beberapa kali aku mendapat perkataan yang kurang mengenakkan karena
komitmentku, aku dianggap orang tua yang pelit karena tidak mau membeli susu
formula untuk anakku.
Ini semua tidak menyurutkan
semangatku untuk memberikan ASI exclusive walaupun aku harus sering berdinas ke
luar kota. Bagiku ASI yang aku berikan kepada bayiku, menjadi pengikat aku dan
bayiku ketika aku harus berjauhan dengannya. Aku banyak membaca buku tentang
bagaimana memerah ASI yang baik, bagaimana menyimpan dan menyajikankan.
Dukungan penuh dari suami sangat membantuku untuk melakukan niatku ini. Agar
keinginan kami terlaksana, kami juga memberikan penjelasan kepada orang yang
membantu kita menjaga anak selama ditinggal kerja.
Persiapan yang aku lakukan adalah
setelah beberapa hari melahirkan selain aku memberikan ASI langsung kepada
bayiku, aku juga belajar memerah ASI. Tidak mudah dilakukan, karena memang
belum terbiasa. Awalnya aku menggunakan pompa manual dengan karet di ujungnya.
Sangat sakit di payudara, selain itu menurutku kurang higienis karena banyak
sisa ASI yang tertinggal di karet dan susah dibersihkan. Hal kedua yang aku
lakukan mencoba menggunakan pompa yang ada selangnya. Masih terasa sakit walau
menurutku ini lebih higienis karena ASI yang sudah diperas langsung mengalir ke
botol dan alatnya lebih gampang dibersihkan. Namun kedua alat ini menurutku
tidak praktis. Berikutnya aku mencoba dengan manual, yaitu memerah tanpa
menggunakan alat, cukup menggunakan jari tangan saja. Pertama kali aku lakukan,
ASI menyemprot kemana-mana, tidak dapat masuk ke botol. Sangat stress rasanya
ketika melihat hasil perahan yang tidak seberapa . Perlengkapanku untuk
menyimpan ASI adalah cooler bag, ice gel, botol kaca dan freezer.
Botol kaca aku gunakan untuk
menampung ASI hasil perahan dan mamasukkannya di cooler bag yang sudah aku isi
dengan ice gel selama di perjalanan. Botol kaca yang aku gunakan ada dua jenis,
yaitu tutup karet dan tutup kaleng. Secara konsisiten selang 3 jam aku selalu
memerah ASI. Setelah sampai rumah ASI aku simpan di freezer untuk dibekukan,
sebelumnya di botol kaca aku beri label tanggal dan jam aku memerah. Hal ini
untuk memudahkan aku mengechek berapa lama ASI tersebut telah disimpan. Menurut
referensi yang aku baca, ASI disimpan beku dalam freezer sebaiknya tidak lebih
dari 6 bulan. Stok pertama aku berikan lebih awal ke bayiku, begitu seterusnya.
Ada yang punya pengalaman yang sama dengan bayinya? silahkan perbagi pengalaman..